Mulia Dengan Manhaj Shahabat
Senin, 22 Juli 2024
SIRAH NABAWIYYAH (25) - Kisah Pemberian Nama Muhammad ﷺ
Kisah Pemberian Nama Muhammad ﷺ
Perlu teman-teman tahu, nama Muhammad sebelum nabi Muhammad ﷺ tidak dikenal oleh orang-orang Arab. Tidak ada satupun orang Arab bernama Muhamamad pada saat itu. Belum ada. Terus dari mana nama ini? Kok Abdul Muthalib bisa berikan nama cucunya? Ada kisahnya. Jauh sebelum lahir nabi ﷺ, Abdul Muthalib pernah jalan-jalan ke negeri Syam bersama dengan tiga orang sahabatnya. Yang pertama Sulaiman Bin Muzaji', salah satu kepala suku di Mekkah. Yang kedua, Hulailah Bin Hajij. Dan yang ketiga Himron Bin Rabiah.
Tiga orang ini bersama Abdul Muthalib, empat ini pergi ke negeri Syam. Pas tiba di Negeri Syam, ada salah satu pendeta nasrani menemui mereka lalu berkata - - "Kalian dari mana?" Kata Abdul Muthalib dari Jazirah Arab. "Dari mana tepatnya?" "Dari kota Mekkah." Kata pendeta itu "Dari kota kalian nanti akan keluar nabi terakhir." "Dan nabi terakhir itu bernama Muhammad." Kata Abdul Muthalib "Dari mana kau tahu itu semua?" Dia bilang "Dari kitab kami. Dalam injil disebutkan. Namanya Muhammad." Maka keempat orang ini bertekad pada saat itu untuk memberikan nama kalau mereka dikaruniai anak - - setelah itu atau cucu, nama Muhammad. Dan dari empat orang ini pada saat balik ke Mekkah, orang yang pertama mendapatkan cucu laki-laki adalah Abdul Muthalib. Itulah nabi Muhamamd ﷺ. Maka dia pun mengangkat bayi nabi ﷺ lalu keliling di dekat Ka'bah.
Lalu mengatakan "Anak ini memiliki perkara yang besar. Aku memberikan nama Muhammad." Terus dia mengucapkan kalimat itu
SIRAH NABAWIYYAH (24) - Tanda kebesaran Allah pada lahirnya Nabi Muhammad ﷺ
Tanda kebesaran Allah pada lahirnya Nabi Muhammad ﷺ
Berjalan waktu teman-teman sekalian, Abdullah tumbuh besar dan mulai menjadi seorang pemuda yang cerdas. Yang pintar, yang membantu ayahnya. Maka, oleh Abdul Muthalib dinikahkan. Dan dinikahkan oleh seorang wanita yang bernama Aminah. Dan Aminah dari turunan Abdul Manaf juga. Jadi satu jalur. Masih sepupu dengan Abdullah. Hanya saja, dari Aminah ini, dari paman-pamannya Aminah itu dari penduduk asli Madinah. Dari Aus dan Khazraj. Dari suku Anshr di Madinah. Maka nabi ﷺ di sini memiliki jalur dari dua kota suci. Mekkah dan Madinah.
Pada saat sudah selesai menikah, beberapa hari kemudian ada tanda-tanda kehamilan di Aminah. Kemudian, Aminah pun sempat melihat di dalam mimpinya pada saat akan melahirkan atau pada saat hamil besar. Melihat dalam mimpinya, ia bermimpi bayi dalam kandungannya ini menyebarkan cahaya. Dan cahaya itu menyebar ke seluruh muka bumi, sebagian Ashar menyebutkan sampai ke Busyro. Busyro ini wilayah Irak sana wilayah Persia. Dan dia juga mimpi mengucapkan dalam mimpinya kalimat "Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung untuk bayi ini dari semua keburukan dan iri dengki orang lain."
Berjalanlah hamil tersebut pada saat berumur beberapa bulan. Ada sebagian ahli sejarah menyebutkan sekitar enam bulan hamilnya Aminah, nabi ﷺ dalam kandungan beliau - - maka meninggalah Abdullah. Maka nabi ﷺ jadi yatim sebelum lahir.
Setelah itu nabi ﷺ lahir yang paling banyak dinukil oleh para ahli sejarah dua belas Rabiul Awal. Di Tahun Gajah. Sudah kita sebutkan tadi tahun gajah kejadian Ashabul Fiil. Dan tepatnya, lima puluh hari setelah kejadian gajah itu. Penghancurkan gajah, lima puluh harinya di situlah lahir nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَصَحْبِهٖ وَسَلِّم.
Tanda Kelahirang nabi
a. munculnya bintang ahmad.
ternukilah di Mekkah, di Madinah, beberapa kejadian yang memang ahli sejarah angkat. Yang pertama, kejadian yang unik pada saat nabi ﷺ lahir adalah terlihatnya Bintang Ahmad namanya. Apa itu Bintang Ahmad? Orang-orang Yahudi yang ada di Madinah. Itu meyakini kalau nabi terakhir yang mereka tunggu di Madinah keluar itu - - kalau dia lahir akan kelihatan bintang yang mereka istilahkan dengan Bintang Ahmad. Dan mereka mengukir-ukir bintang itu sesuai dengan keterangan dari Taurat. Seperti itulah pemahamannya pada saat itu. الله أعلمُ tentang masalah kebenaran masalah bintang ini. Tapi yang jelas kebenaran bintang itu bisa dipercaya atau tidak. Nah kita dalam Islam tahunya bintang tidak boleh dipercaya. Tapi ini pada saat itu dinukil. Dinukil oleh Hasan bin Tsabit رضي الله عنه penyair nabi ﷺ. Kebetulan umurnya dia beda tujuh tahun dengan nabi ﷺ. Beliau mengatakan setelah masuk Islam, setelah nabi ﷺ hijrah ke Madinah, beliau mengatakan - - "Pada hari nabi ﷺ lahir, Aku kebetulan berada di salah satu benteng Yahudi." Dan naiklah di malam hari kebetulan, salah satu pendeta Yahudi lalu teriak dengan suara keras - - "Wahai Yahudi. Hai, sekalian kaum Yahudi. Sungguh telah terlihat pada malam ini bintangnya Ahmad." "Dan tidak terlihat kecuali pada saat ia lahir." Dan menurut Hasan bin Tsabit رضي الله عنه memang umurnya beda tujuh tahun dengan nabi ﷺ - dan pada hari itu memang hari kelahiran baginda nabi ﷺ.
b. Ibunda Nabi Lahir dengan mudah
c. Nabi Lahir dalam keadaan seolah berdoa
pada saat lahir, maka nabi ﷺ dalam kondisi mengangkat kepalanya ke langit. Seakan-akan orang yang sedang berdoa.
d. Nabi sudah terkhitan
nabi ﷺ lahir dalam kondisi sudah terkhitan. Sudah terkhitan.
e. Nabi lahir sudah tak terbebani tali pusar
nabi ﷺ lahir juga tanpa terbenani lagi dengan sisa tali pusar. Sudah enggak ada. Lahir sudah terkhitan, lahir sudah tidak ada tali pusarnya.
f. Runtuhnya istana kisrah di Persia
goncangnya istana Kisrah di Persia. Dan rubuhnya empat belas teras istananya. Jadi ada teras-teras di istana itu rubuh semua. Tanpa sebab. Rusak semuanya. Pada saat melihat kejadian tersebut, Kisrah sempat khawatir lalu dia bertanya kepada - - para peramal-peramalnya, dukun-dukunnya segala macam. Maka mereka pun menjawab - "Goncangnya istana disebabkan karena hari ini lahir seorang nabi dan runtuhnya 14 teras ini menandakan - Terdapat empat belas Raja Persia. Tinggal empat belas orang saja. Selebihnya sudah runtuh kerajaan ini. Maka sempat Kisrah bilang. Empat belas raja masih lama. Kalau satu raja punya seratus tahun umurnya, berarti 1400 tahun. Tapi tanpa disadari oleh Kisrah, para ahli sejarah musllim menukil tanpa membenarkan ramalan ini, ya. Kita bukan membenarkan. Karena ramalan itu semua kalau bertepatan karena setan mencuri berita dari langit. Bukan karena mereka tahu. Sebagaimana dijelaskan ada hadis ﷺ. Dan ternyata setelah Kisrah yang pada saat nabi ﷺ lahir itu ada, anak-anaknya berselisih pendapat dan dalam waktu empat tahun saja - - terjadi penggantian sepuluh orang Kisrah. Mati semua. Saling membunuh satu sama lain. Dan puncaknya yang terakhir adalah yang keempat belas meninggal di zaman Umar رضي الله عنه.
g. padamnya api majusi
padamnya api sesembahan kaum Majusi. Jadi ada api yang disembah di beberapa titik di negeri Persia. Jadi mereka buat api besar, dan api itu selalu disembah setiap hari. Setiap hari mereka sembah. Pada saat nabi ﷺ lahir, api itu tiba-tiba mati. Dan mereka berusaha menyalakan tidak bisa. Selamanya mati. Sampai Persia pada saat itu, seluruh Persia yang menyembah api, apinya mati semua tidak ada. Mereka mau coba menyalakan sampai runtuhnya di zaman Umar Bin Khattab tidak ada api mereka. Enggak bisa lagi mereka menyalakan api untuk disembah ya. Enggak bisa lagi mereka menyalakan. Setiap kali di wilayah Persia dinyalakan api, mati. Padam. Mereka cuma pakai masak abis itu padam. Enggak bisa sama sekali.
h. surutnya sunga sawa
air sungai Sawa'. Sungai Sawa' ini teman-teman sama dengan sungai Gangga di India. Dikultus, dianggap ini sungai apalah, keramat, dan seterusnya. Maka orang-orang Persia meyakini sungai Sawa' ini adalah sesuatu yang luar biasa. Kalau ada yang mati, mereka bakar lalu mereka lempar debunya di situ. Airnya diambil dianggap suci. Apalah segala macam. سُبْحَانَ ٱللَّٰ karena sungai ini selalu ditaruh tumbal segala macam, waktu nabi ﷺ lahir air sungai ini hilang. Enggak ada airnya sama sekali. Kering. Sampai Sungai Sawa' dilupain udah. Enggak ada lagi sungai. Namanya emang sungai Sawa'
SIRAH NABAWIYYAH (23) - Hendak disembelihnya ayah Nabi Muhammad ﷺ Abdullah
Hendak disembelihnya ayah Nabi Muhammad ﷺ Abdullah
Abdul Muthalib pun punya kedudukan setelah menemukan air Zamzam besama anaknya harist.
Abdul Muthalib pada saat itu mulai naik kedudukannya, namanya jadi tambah baik, dan seterusnya. Memang orangnya sangat dermawan, semua orang boleh minum air zam-zam, tapi melalui izin dia. Tapi tidak bayar. Dikasih semuanya.
waktu dia tadi punya anak satu, namanya Haris. Dia pikir waktu Saya tadi punya anak satu ini, kayaknya kerepotan enggak ada yang bisa bela dia. Dan seorang raja salah satu kebanggaannya kalau punya keturunan banyak. Maka dia pada saat itu, berazam bernazar, kalau Allah memberikan dia anak laki-laki yang banyak, jumlahnya mencapai sepuluh - Dia akan menyembelih salah satunya. Dikorbankan di depan Ka'bah untuk Allah.
dan hal ini Enggak ada dalam syariat nabi Ibrahim علَيْهِم ألسَلَّأم ini ijtihat upayanya Abdul Muthalib. سُبْحَانَ ٱللَّٰ berjalan waktu, istrinya melahirkan punya anak enam belas. Anaknya Abdul Muthalib enam belas, sepuluh laki-laki, enam perempuan.
Laki-laki yang sepuluh ini, yang paling pertama tentu namanya Haris. Kemudian ada, jadi dari sepuluh ini kita bagi, enam ini meninggal sebelum masa kenabian. Empat mendapatkan masa kenabian. Dari sepuluh anak Abdul Muthalib yang laki-laki, ada enam yang meninggal sebelum fase kenabian. Sebelum penobatan nabi ﷺ jadi nabi, ini paman-paman nabi semua ya. Dan ada empat yang mendapatkan fase atau masa kenabian. Enam orang yang tidak dapat masa kenabian ini tentu dimulai dari Haris tadi. Anak pertamanya Abdul Muthalib. Kemudian tentu ada juga beberapa nama ya. Saya sebutkan
- Al-Harits
- Dhirar
- Hijr
- Muqoddam
- Zubair
- Abdullah. Ayahnya Nabi ﷺ
- abdu uzzah (abu lahab)
- Abu thalib (Abdul manaf)
- hamzah
- abbas
Abdullah ini sebenarnya anak paling bungsu dari Abdul Muthalib. Anak kesepuluh. Anak kesepuluh dari sepuluh anak laki-lakinya. Maka enam orang ini meninggal sebelum masa kenabian. Harist, Dhirar, Hijr, Muqoddam, Zubair, dan Abdullah. Dan ada empat orang hidup sampai masa kenabian. Dua beriman, dua kafir. Yang beriman adalah Hamzah dan Abbas رضوأن ألله علىهم. Ini sempat beriman pada nabi ﷺ dan mulia. Hamzah bahkan menjadi pimpinan para syuhada. Mati syahid mulia di Perang Uhud. Abbas hidup sampai setelah nabi ﷺ meninggal pun. Sampai di zaman Khilafah Umar. Kemudian ada dua yang hidup di masa kenabian tapi kafir. Enggak beriman. Abu Thalib dan Abu Lahab. Abu Thalib ini nama lainnya dia Abdul Manaf. Diambil dari nama kakeknya. Tapi terkenal dengan Abu Thalib. Abu Lahab julukan. Namanya Abdul Uzzah. Dan kita tahu Al-Masad (Al-Lahab) turun pada Abu Lahab ini. Paman nabi ﷺ benci sekali dengan nabi. Benci dengan dakwah. Nanti akan kita ceritakan. Kisahnya dipertemuan yang akan datang.
Yang jelas ini sepuluh orang anak laki-laki nabi ﷺ. Kemudian ada enam orang anak perempuan yang pertama Sofia. Sofia ini ibunya Zubair bin Awam رضي الله. Dan ini sempat masuk Islam di tangan nabi ﷺ. ana perempuan Abdul muththalin iantaranya
- shafiyyah
- Ummu Hakim
- Atiqah
- Umayyimah
- Arwah
- Barr.
Kita masuk sekarang ke masalah kembali ke Abdul Muthalib. Abdul Muthalib ini. Anak terakhirnya yang kesepuluh adalah Abdullah. Dan itu Ayah nabi ﷺ. Abdul Muthalib kan tadi sudah Saya bilang nazar kalau punya sepuluh anak lelaki - - dia akan korbankan salah satunya.
Lalu dia datang ke dukun di Mekkah, dan dia berkata pada dukun itu, acaklah nama-nama anak Saya. Tradisi mereka pada saat itu suka sekali mengundi nasib. Kalau di dalam agama kita disebutkan tradisi mereka namanya Tatayyur. Mengadu nasib sama benda. Atau sama burung. Orang-orang Arab Quraisy itu dulu kalau mau safar, mereka ambil bulu kemudian mereka tulis safar. Bulu yang kedua, tidak safar. Bulu ketiga kosong. Dimasukkan ke dalam kotak, kemudian dia ambil salah satunya sambil tidak dilihat. Kalau keluar kata-kata safar, dia yakin diperjalanannya aman. Tradisi jahiliyyah. Mereka salah pada saat itu tentunya. Kemudian kalau keluar tidak safar, mereka tidak boleh safar - - kalau mereka safar berarti mereka bakal terkena musibah. Kalau keluar bulu yang tidak ada tulisannya, maka dia ulangi. Ada cara yang lain, sampai dapat safar atau tidak safar ya. Kalau ada tradisi yang lain adalah kalau mengacak nama. Maka mereka menulis nama di batu, lalu batu ini dibalik, kemudian ditaruh lalu diacak. Dikeluarkanlah. Kalau mereka butuh sesuatu dengan cara seperti itu. Ini ditarik dalam hampir setiap kehidupan mereka. Mau beli rumah, mau apa saja - - selalu ditulis dibatu terus diacak di batu itu mengundi nasib dengan itu.
Abdul Muthalib datang kepada satu dukun mengatakan tulis nama anak Saya laki-laki. Semua dari Harits sampai Abdullah. Tulis semuanya sepuluh orang. Acak. Siapa yang keluar namanya, itu yang Saya korbankan. Dan kalau nama Abdullah selamat, tidak keluar, maka Saya langsung eksekusi. Karena Abdullah anak paling bungsu dan paling disayang oleh ayahnya, Abdul Muthalib. Seperti itulah. Baik diacaklah batu ini.
Diambil batu keuar namanya Abdullah. Abdul Muthalib berat sebenarnya. Ini anak paling bungsu disayang. Musyawarah sama anak-anaknya bagaimana. Tidak apa-apa ayah. Acak aja lagi. Acak lagi. Yang kedua kali namanya Abdullah lagi. Sampai tiga kali. Namanya Abdullah terus yang diambil keluar.
Padahal ini batu diacak sepuluh nama. Kata Abdul Muthalib berarti memang sudah anak ini nasibnya. Bawa Abdullah. Dibawalah Abdullah ini ke depan Ka'bah ditaruh di atas sebuah batu, biasanya mereka taruh di situ sembelihan. Taruh kambing, apa dipegang di atas batu itu baru mereka sembelih untuk berhala-berhala.
Ditaruhlah Abdullah. Mau disembelih sama dia. Tangannya diikat, diikat kakinya. Angkat pedang mau disembelih. Orang-orang Quraisy lihat. Apalagi yang Abdul Muthalib buat nih? Datang tanya, "Hai Abdul Muthalib apa yang kau lakukan?" "Saya sudah nazar, kalau Allah kasih Saya sepuluh anak, Saya sembelih salah satunya." "Dan Saya sudah acak nama-nama anak Saya yang keluar anak ini." Saya mau jalankan nazar Saya. Orang-orang Quraisy bilang "Engga bisa. Jangan. Mereka berusaha tahan." Akhirnya Abdullah ini ditarik-tarik. Sampai akhirnya, karena ditarik-tarik ada orang Quraisy yang sempat menarik bagian badannya - - dan menarik kupingnya sampai kuping Abdullah sempat luka. Maka ada julukan Abdullah yang luka kupingnya. Ayah nabi ﷺ. Baik.
Pada saat itu orang-orang Quraisy mengatakan ''Wahai Abdul Muthalib, sadarlah.'' "Kalau kau lakukan ini, sementara kamu adalah tokoh masyarakat di Mekkah, maka akan jadi sebuah tradisi nanti." Akhirnya setiap orang punya sepuluh anak laki-laki, satu disembelih. Dan apa kenikmatannya orang punya anak tapi disembelih? Jangan dilakukan. Mari kita berhukum. Berhukumlah. Cari hakim. Kembali kepada wanita dukun di Madinah. Suku Saidah tadi. Yang tadi pada saat pertama mau cari air zam-zam, mau miliknya siapa air zam-zam - - kan mereka ke Madinah, tapi dukunnya pergi ke Khaybar, enggak ketemu. Tidak sempat ketemu akhirnya dapat air dari telapak kaki untanya Abdul Muthalib. Sekarang enggak, Mereka pergi lagi ke Madinah ketemu sama dukun itu. Tanya "Bagaimana nih?"
pada saat itu, dukunnya ditanya berapa Diyat. Diyat itu denda. "Berapa dendanya orang di Mekkah Quraisy kalau ada yang membunuh?" Kata Abdul Muthalib "Sepuluh ekor unta." Jadi kalau ada orang membunuh supaya dia tidak dibunuh, dia harus bayar ke walinya orang yang dibunuh sepuluh ekor unta. Kata si dukun, "Tulis nama Abdullah di batu. Tulis juga sepuluh ekor unta di batu yang lain." Balik, acak. Ngundi nasib terus ini. Acak. Waktu diacak, kata dukunnya "Kalau keluar namanya Abdullah - - supaya Abdullah selamat, tambah batu yang ketiga tulis sepuluh ekor unta lagi. Sampai Abdullah selamat." "Kalau keluar nama unta, nah baru untanya (disembelih) baru Abdullah selamat." Ditaruh batu sepuluh ekor unta sama Abdullah. Diacak. Namanya Abdullah keluar. Tambah batu dua puluh ekor unta sekarang. Sepuluh. Setiap batu sepuluh ya. Sepuluh ekor unta batu kedua. Keluar lagi namanya Abdullah. Terus sampai sepuluh batu. Sampai akhirnya ada sepuluh batu semuanya tertulis sepuluh unta, satu namanya Abdullah.
Waktu diacak setelah sepuluh, diangkat keluar namanya Abdullah. Dan ini pastilah, karena sepuluh batu semuanya unta. Semustinya secara rasional gitu. Tapi ini pada saat itu keyakinan orang. Abdul Muthalib bilang "Saya enggak percaya. Saya belum puas. Coba acak lagi." Diacak lagi. Diambil. Unta yang keluar sampai tiga kali. Kata Abdul Muthalib baiklah. Kalau begitu, Saya akan sembelih itu seratus ekor unta. Seratus ekor unta. Karena setiap batu sepuluh. Ada sepuluh batu. Maka seratus ekor unta. Pada saat itu akhirnya dengan kejadian ini, Abdullah selamat dari sembelihan atau dikurbankan. Dan nabi ﷺ berkata dalam sebuah hadis "(cari ayat) "Saya keturunan dari dua orang yang hampir disembelih." Ismail عَلَيْهِ السَّلَامُ oleh ayahnya nabi Ibrahim dan Abdullah oleh ayahnya Abdul Muthalib. Baik.
nadzarnya Abdul Muthalib untuk menyembelih anaknya. Terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas mengenai nadzarnya Abdul Muthalib – kakek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
وقد كان عبدالمطلب بن هاشم نذر إن توافى له عشرة رهط أن ينحر أحدهم فلما توافى له عشرة أقرع بينهم أيهم ينحر فطارت القرعة على عبدالله بن عبدالمطلب وكان أحب الناس إلى عبدالمطلب فقال عبدالمطلب اللهم هو أو مائة من الإبل ثم أقرع بينه وبين الإبل فطارت القرعة على المائة من الإبل
Dulu Abdul Muthalib pernah bernadzar, jika dia memiliki 10 anak lelaki maka akan menyembelih salah satunya. Ketika Abdul Muthalib memiliki 10 anak lelaki, dia mengundi siapa anaknya yang akan disembelih. Ternyata yang keluar nama Abdullah. Sementara Abdullah adalah anaknya yang paling dia cintai. Kemudian Abdul Muthalib mengatakan, “Ya Allah, Abdullah atau 100 ekor onta.” Kemudian dia mengundi antara Abdullah dan 100 onta. Lalu keluar 100 ekor onta. (Tarikh at-Thabari, 1/497).
Mengenai latar belakang nadzarnya, disebutkan dalam riwayat mursal dari az-Zuhri dan Abu Mijlaz bahwa Nadzar Abdul Muthalib ini terkait rebutan zam-zam. (as-Sirah an-Nabawiyah as-Sahihah, Dr. Akram al-Umari, hlm. 93).
Ketika Abdul Muthalib menggali zam-zam, banyak suku Quraisy yang berusaha merebutnya atau meminta agar dimiliki bersama. Namun Abdul Muthalib tidak bersedia. Sementara Abdul Muthalib tidak memiliki banyak keturunan lelaki. Akkhirnya dia bernadzar, jika memiliki 10 anak lelaki, maka akan disembelih satu. Dengan harapan, ketika anak lelakinya banyak, dia bisa lebih leluasa dalam menguasai zam-zam.
Dalam kitab ar-Rahiq al-Makhtum diceritakan lebih lengkap…
Ketika Abdul Muthalib memiliki 10 anak, diapun melaksanakan nadzarnya. Abdul Muthalib menyampaikan maksudnya ini kepada semua anaknya, dan merekapun mantaati ayahnya. Lalu 10 nama anaknya ditulis dan dimasukkan dalam undian. Ketika diundi, keluarlah nama Abdullah.
Abdul Muthalib menggelendeng Abdullah menuju ka’bah dengan membawa sebilah pisau untuk penyembelihan. Banyak orang Quraisy melarangnya, terutama paman-pamannya dari Bani Makhzum, dan saudaranya Abu Thalib.
“Apa yang harus aku lakukan dengan nadzarku?” tanya Abdul Muthali kebingungan.
Ada yang menyarankan, untuk mendatangi dukun perempuan, dan minta saran darinya.
Dukun itu menyarankan, tulis nama Abdullan dan tulis 10 ekor onta. Lalu diundi, jika keluar nama Abdullan, gantikan dengan 10 ekor onta, sampai Allah menentukan pilihan dengan keluar 10 onta.
Lalu diapun kembali dan mengundi antara nama Abdullah dengan 10 ekor onta.
Undian pertama keluar nama Abdullah, digantikan dengan 10 ekor onta.
Diundi lagi, keluar nama Abdullah, digantikan 10 ekor onta… hingga 10 kali, baru keluar nama 10 ekor onta., hingga berjumlah 100 ekor onta. Sejak saat itu, diyat pembunuhan di tengah suku Quraisy ditetapkan 100 ekor onta. (ar-Rahiq al-Makhtum, hlm. 43 – 44)
Kejadian ini menunjukkan bagaimana perlindungan yang Allah berikan untuk terlahirnya Nabi terakhir, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada peluang ayahnya meninggal sebelum menikah, namun Allah jaga kehidupan Abdullah dari keinginan Abdul Muthalib untuk menyembelihnya.
Mengapa disebut putra 2 manusia yang disembelih?
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keturunan Nabi Ismail. Dalam hadis dari Watsilah bin al-Asqa’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ
Sesungguhnya Allah memilih bani Kinanah di kalangan keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Quraisy di kalangan bani Kinanah. Lalu Allah memilih Bani Hasyim dari kalangan Quraisy. Dan Allah memilihku dari kalangan bani Hasyim. (HR. Muslim 6077, Turmudzi 3964 dan yang lainnya).
Sehingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keturunan 2 manusia yang berencana akan disembelih, Ismail dan ayah beliau, Abdullah. Karena itulah beliau merupakan keturunan 2 manusia yang akan disembelih (Ibnu Dzabihain).
Disebutkan dalam riwayat, beliau bersabda,
أنا ابن الذبيحين
“Saya putra dua manusia yang akan disembelih.” (Sirah Ibnu Hisyam, 1/151 – 155)
Allahu a’lam.
SIRAH NABAWIYYAH (22) - Penemuan kembali sumur Zamzam
Abdul Muththalib Menggali Kembali Sumur Zam-Zam
Telaga zam-zam terus lenyap dari permukaan dan tidak diketahui tempatnya, hingga Abdul Muththalib memangku jabatan sebagai pemberi makan dan minum jama’ah haji. Suatu ketika ia didatangi di dalam tidurnya, lalu orang tersebut berkata, “Galilah thayyibah (sumber kebaikan)!”
Abdul Mutthalib berkata, “Apa itu thayyibah?” Keesokan harinhya ia didatangi lagi dan orang itu berkata, “Galilah barrah (sumber manfaat).”
Abdul Mutthalib berkata, “Apa itu barrah?” Keesokan harinya ia didatangi lagi dan orang itu berkata, “Galilah al–Madhnunah (sesuatu yang dikikirkan)?”
Abdul Muththalib berkata, “Apa itu al–Madhnunah?” Lalu orang tersebut berkata, “Galilah zam-zam!” Orang tersebut berkata, “Yaitu sumur yang tak pernah kering airnya, dan tak pernah habis, engkau akan dapat memberi minum berapa pun jumlah jamaah haji. Terletak di antara kotoran dan darah (tempat penyembelihan hewan untuk sesajian ke Ka’bah). Tepatnya di mana seekor gagak yang bersayap putih mematuk (hewan sesajian). Telaga ini nantinya menjadi kebanggaanmu dan anak keturunannya.
Dan memang burung gagak bersayap putih selalu mematuk hewan sesajian di tempat darah dan kotoran. Lalu keesokan harinya Abdul Mutthalib membawa cangkul dan belindung. Ia berangkat bersama anaknya al-Harits. Di hari itu anaknya, hanya al-Harits, mereka terus bertakbir dan berkata: “Ini sumur Ismail.”
Orang-orang Quraisy berkata: “Ikutkan kami menguasainya!” Abdul Muthalib berkata, “Aku tidak akan melakukannya, ini khusus untukku. Kalau kalian tidak puas, carilah orang untuk mengadili kita!”
Mereka berkata, “Wanita tukang tenung di bani Sa’ad.” Lalu mereka berangkat menuju wanita tersebut. Di tengah perjalanan mereka dilanda kehausan yang sangat dan mereka nyaris mati.
Maka Abdul Muththalib berkata, “Demi Allah! Sikap pasrah ini kelemahan, kenapa kita tidak berusaha mencari air? Semoga Allah memberi kita air. Merekapun bersiap-siap berpencar mencari air, dan Abdul Muththalib mulai menunggang kendaraannya. Ketika ontanya bergerak, terpancar dari bawah kuku ontanya air tawar, sekonyong-konyong Abdul Muththalib bertakbir, dan para sahabatnya ikut bertakbir lalu mereka semuanya meminum air tersebut.”
Dan mereka berkata kepada Abdul Muththalib, “Orang yang menginformasikan tentang sumur zam-zam telah memutuskan perkara kita, Demi Allah! Selama-lamanya kami tidak akan menghujatmu. Lalu mereka kembali dan merelakan zam-zam dikuasai oleh Abdul Muththalib.
SIRAH NABAWIYYAH (21) - Kisah kakek Nabi ﷺ Abdul Muththalib
Kisah kakek Nabi ﷺ Abdul Muththalib
Abdul Muthalib beliau bernama asli Syaibah bin Hsyim (lahir 497578), wafat dalam usia 80 tahun saat Rasulullah berusia 8 tahun. Ia merupakan putra dari Hasyim bin Abdi Manaf.Hasyim bin Abdil Manaf, sang ayah merupakan tokoh Quraisy berpengaruh dan memegang tugas menyediakan minuman dan bantuan yang diperlukan kepada jamaah haji.
Orang-orang Quraisy menyebutnya Al-Faidh karena kemurahan hatinya. Sedangkan Ibundanya bernama Salma, adalah seorang perempuan yang mulia dari bani Addi bin Najjar, yakni Salma binti Amr.Hasyim wafat dalam sebuah perjalanan di Syam. Ia dimakamkan di Gaza.
Setelah ayahnya meninggal, Syaibah hidup di bawah penjagaan dan pemeliharaan ibu dan paman-pamanya. Di Madinah Syaibah tumbuh menjadi remaja yang masyur namanya. Di kota itu ia mendapat panggilan mulia, yaitu Al Faiz yang artinya "sang dermawan" karena kemurahan hatinya.Sementara di Kota Mekah, setelah wafatnya Hasyim, kedudukan sebagai pemimpin kota tersebut beralih ke tangan Muthalib yang tidak lain adalah adiknya.
Satu ketika, Muthalib teringat dengan kemenakannya yang berada di Madinah, dan bermaksud mengunjunginya untuk mengetahui keberadaannya.Setelah menemui kemenakannya, akhirnya Muthalib memutuskan untuk memboyong kemenakannya kembali ke Makkah dan merawatnya. Semula Salma menolak permintaan Al-Muthalib. Setelah mengetahui bahwa Syaibah akan meneruskan kedudukan ayahnya Hasyim di Kota Mekah akhirnya ia menyetujuinya.
Begitu memasuki Kota Makkah dengan Syaibah, orang-orang Makkah yang tidak mengenal Syaibah menyangka bahwa yang datang bersama Muthalib itu adalah budaknya. Sehingga mereka memanggilnya dengan Abdul Muthalib. Nama itu ternyata terus melekat pada dirinya, dan nama Syaibah pun sejak itu hilang begitu saja. Selain Abdul Muthalib beliau juga kerap dipanggil dengan Abu Harist, atau ayah Harist, putra pertamanya.
SYARAH KITAB TAUHID (9) PART 3 - Tabarruk Kepada Pohon, Bebatuan dll
BAB 9
بَابُ مَنْ تَبَرَّكَ بِشَجَرَةٍ أَوْ حَجَرٍ وَنَحْوِهِمَا
BARANGSIAPA YANG MENGHARAPKAN BERKAH DARI PEPOHONAN, BEBATUAN ATAU YANG SEJENISNYA
Abi Waqid Al Laitsi menuturkan: “Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk Islam), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sepokok pohon bidara yang dikenal dengan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya/berdiam dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, di saat kami sedang melewati pohon bidara tersebut, kami berkata: “ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu anwath sebagaimana mereka memilikinya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
اللهُ أَكْبَرُ إِنَّهَا السُّنَنُ، قُلْتُمْ وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ كَمَا قَالَتْ بَنُو إِسْرَائِيْلَ لِمُوْسَى- اجْعَل لَّنَا إِلَـٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ لَتَرْكَبُنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
“Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kalian) demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan, Musa menjawab: sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham)” kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.”(HR. Turmudzi, dan dia menshahihkannya). ([1])
Kandungan dalam bab ini:
- Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surat An Najm.
- Mengetahui bentuk permintaan mereka ([5]).
- Mereka belum melakukan apa yang mereka minta.
- Mereka melakukan itu semua untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyukai perbuatan itu.
- Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.
- Mereka memiliki kebaikan-kebaikan dan jaminan maghfirah (untuk diampuni) yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka.
- Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka, bahkan menyanggahnya dengan sabdanya: “Allahu Akbar, sungguh itu adalah tradisi orang-orang sebelum kalian dan kalian akan mengikuti mereka”. Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.
- Satu hal yang sangat penting adalah pemberitahuan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa permintaan mereka itu persis seperti permintaan Bani Israel kepada nabi Musa: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan-sesembahan …”
- Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk di antara pengertian لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ yang sebenarnya, yang belum difahami oleh mereka yang baru masuk Islam.
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk kemaslahatan.
- Syirik itu ada yang besar dan ada yang kecil, buktinya mereka tidak dianggap murtad dengan permintaannya itu. ([6])
- Perkataan mereka:“…sedang kami dalam keadaan baru saja lepas dari kekafiran (masuk islam) …” menunjukan bahwa para sahabat yang lain mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.
- Diperbolehkan bertakbir ketika merasa terperanjat, atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama, berlainan dengan pendapat orang yang menganggapnya makruh.
- Diperintahkan menutup pintu yang menuju kemusyrikan.
- Dilarang meniru dan melakukan suatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang Jahiliyah. ([7])
- Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran.
- Kaidah umum, bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya, berdasarkan Sabda Nabi “itulah tradisi orang orang sebelum kamu … dst”
- Ini adalah salah satu dari tanda kenabian Nabi Muhammad, karena terjadi sebagaimana yang beliau kabarkan.
- Celaan Allah yang ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani, yang terdapat dalam Al qur’an berlaku juga untuk kita.
- Sudah menjadi ketentuan umum di kalangan para sahabat, bahwa ibadah itu harus berdasarkan perintah Allah [bukan mengikuti keinginan, pikiran atau hawa nafsu sendiri]. Dengan demikian, hadits di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia di alam kubur. Adapun “Siapakah Tuhanmu? sudah jelas; sedangkan “Siapakah Nabimu? berdasarkan keterangan masalah-masalah ghaib yang beliau beritakan akan terjadi; dan “Apakah agamamu? berdasarkan pada ucapan mereka: “buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan … dst”
- Tradisi orang-orang ahli kitab itu tercela seperti tradisinya orang-orang musyrik.
- Orang yang baru saja pindah dari tradisi-tradisi batil yang sudah menjadi kebiasaan dalam dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut, sebagai buktinya mereka mengatakan: “kami baru saja masuk islam” dan merekapun belum terlepas dari tradis- tradisi kafir, karena kenyataannya mereka meminta dibuatkan Dzatu Anwath sebagaimana yang dipunyai oleh kaum musyrikin.
Keyakinan kaum musyrikin terhadap pohon tersebut mencakup tiga perkara :
- Mereka mengagungkan pohon tersebut
- Mereka menetap di pohon tersebut (untuk beribadah)
- Mereka menggantungkan senjata-senjata mereka (pedang dan panah) di pohon tersebut dalam rangka mencari keberkahan agar keberkahannya berpindah dari pohon ke senjata-senjata mereka. Yaitu agar pedangnya lebih tajam dan agar mereka lebih kuat dalam menggunakan pedang-pedang mereka.
Perbuatan mereka ini merupakan syirik akbar karena ‘ukuf (menetapi/melazimi sesuatu dengan bentuk pengagungan dan mendekatkan diri) adalah ibadah, karenanya mereka mencari keberkahan dari pohon tersebut. Lantaran terkumpul pada mereka tiga perkara ini maka mereka telah terjerumus dalam syirik akbar.
Sebagian sahabat -karena baru saja masuk Islam- kemudian meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar membuatkan bagi mereka seperti pohon milik kaum musyrikin. Para sahabat tidak menyangka bahwa permintaan mereka tersebut merupakan kesyirikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka dengan keras dan menyamakan perkataan (permintaan) para sahabat seperti perkataan kaum Nabi Musa ‘alaihis salam kepada Musa “Buatkanlah bagi kami sesembahan sebagaimana bagi mereka (kaum musyrikin yang menyembah berhala) memliki sesembahan”. Tentu saja para sahabat Nabi maupun sahabat Nabi Musa tidak menyembah selain Allah, sementara mereka (kaum musyrikin di zaman Nabi Musa dan Nabi Muhammad) menyembah berhala selain Allah. Maka Nabi menyamakan perkataan para sahabat dengan perkataan kaum Nabi Musa. Mereka hanya meminta, dan setelah ditegur akhirnya mereka meninggalkan apa yang mereka minta. Seandainya mereka melakukan apa yang mereka minta -untuk memiliki seperti pohon Dzatu Anwat- niscaya mereka akan terjerumus dalam syirik besar.
Secara Dzhohir bahwasanya kaum musyrikin terjerumus dalam syirik akbar bukan hanya sekedar bertabarruk dengan pohon Dzatu Anwat, akan tetapi karena disertai pengagungan terhadap pohon tersebut seakan-akan pohon tersebut ada ruhnya yang bisa mendekatkan mereka kepada Allah. Dan ini sama dengan berhala al-Uzza yang berbentuk pepohonan, yang tatkala ditebang oleh Kholid bin Al-Waliid ternyata ada jin yang menempati pohon tersebut.
Hal ini mirip sekali dengan orang-orang yang mengusap-ngusap kuburan atau besi-besi dinding/pagar kuburan dengan keyakinan bahwa penghuni kubur tersebut bisa mendatangkan manfaat dan menolak mudorot, dan dengan mengusap-ngusapnya akan mendekatkan diri mereka kepada Allah, maka inilah syirik besar.
Lain halnya yang dilakukan oleh sebagian orang jahil yang mengusap pintu-pintu masjidil harom atau mesjid nabawi dengan niat sekedar mencari keberkahan dari mesjid al-Harom atau mesjid Nabawi, perbuatan seperti ini hanyalah syirik kecil. Lain halnya jika mereka meyakini bahwa pada tiang mesjid ada ruh orang sholeh atau tiang tersebut dibangun di atas kuburan orang sholeh, dan dengan mengusap tiang tersebut maka ruh orang sholeh tersebut akan memberikan manfaat atau menolak mudhorot, tentu ini adalah syirik besar. (lihat At-Tamhiid hal 135)
Faidah hadits ini :
- Buruknya kejahilan/kebodohan, karena Abu Waqid Al-Laitsi baru saja masuk Islam dan belum sempat mempelajari aqidah dengan lebih detail, akhirnya ia meminta sesuatu kepada Nabi yang ternyata merupakan kesyirikan. Hal seperti inilah yang membuat semakin ditekankannya pentingnya belajar aqidah dan juga mempelajari tentang kesyirikan untuk dijauhi. Tidaklah para penyembah kubur terjerumus ke dalam kesyirikan kecuali karena kejahilan. Banyak diantara mereka justru menyangka bahwa meminta kepada penghuni kubur adalah bagian dari agama !!.
- Yang menjadi tolok ukur adalah hakikat bukan penamaan. Sebagian sahabat berkata kepada Nabi “Ya Rasulullah jadikanlah untuk kami Dzatu Anwaat…”, mereka tidak menamakan Dzatu Anwat dengan sesembahan, akan tetapi Nabi tetap menyamakannya dengan perkataan bani Israil kepada Musa, “Jadikanlah bagi kami sesembahan…”. Karenanya sebagian penyembah kubur yang meminta-minta kepada penghuni kubur menamakan perbuatan mereka dengan nama yang indah yaitu “tawassul” atau “Kecintaan terhadap para wali”, namun pada hakikatnya adalah kesyirikan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwasanya kuburan bisa menjadi sesembahan, beliau bersabda :
اللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلْ قَبْرِى وَثَناً، لَعَنَ الله قَوْماً اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburanku berhala, Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid” (HR Ahmad no 7358 dengan sanad yang shahih)
Ini menunjukkan bahwa mencari keberkahan dengan kuburan adalah menjadikannya sebagai berhala yang disembah selain Allah. Hal ini semakin dikuatkan dengan :
- Sesungguhnya permohonan para sahabat kepada Nabi untuk dibuatkan Dzatu Anwaat adalah syirik kecil, karena tujuan mereka hanya sekedar untuk mencari keberkahan bukan untuk menyembah pohon tersebut, karena mereka baru saja meninggalkan kekufuran (penyembahan terhadap berhala patung, batu dan pohon). Sehingga Nabi tidak menyuruh mereka untuk memperbarui Islam mereka. Akan tetapi tetap saja Nabi menyamakan permohonan mereka ini dengan perkataan bani Isra’il kepada Musa, “Jadikanlah untuk kami sesembahan….”
- Bolehnya berdalil dengan ayat yang berkaitan dengan syirik akbar untuk mengingkari syirik kecil, karena perkataan kaum Musa yang memohon syirik akbar “Jadikanlah bagi kami sesembahan…” (yaitu memohon berhala untuk disembah) dijadikan dalil oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengingkari perkataan para sahabat yang memohon syirik kecil
- Harus mengembalikan segala perkara agama kepada timbangan al-Qur’an dan Hadits. Karena Abu Waqid dan para sahabatnya merasa bahwa membuat saingan bagi Dzatu Anwaat adalah perbuatan yang baik dalam rangka mencai keberkahan, namun ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingikarinya dengan keras. Oleh karena itu, tidak semua perkara yang sekilas kelihatan baik itu juga baik menurut syari’at.
- Niat yang baik tidak serta merta menjadikan suatu perbuatan menjadi baik. Para sahabat tatkala meminta dibuatkan Dzatu Anwat tujuannya sangat mulia yaitu untuk menjadikan pedang-pedang mereka semakin ampuh agar bisa semakin bermanfaat dalam berjihad. Akan tetapi niat yang baik ini tidaklah cukup untuk mengubah kesyirikan menjadi kebaikan.
- Mencari keberkahan dari pohon Dzatu Anwat yang dilakukan oleh kaum musyrikin di zaman Nabi disamakan oleh beliau seperti mencari keberkahan terhadap berhala yang dilakukan oleh kaum musyrikin di zaman Nabi Musa. Tidak ada bedanya antara bentuk pohon dan bentuk patung.
- Orang yang baru saja terlepas (bertaubat) baik dari kesyirikan, kekufuran, kemaksiatan, dikhawatirkan masih ada sisa-sisa kekufuran atau kesyirikan dalam pemikirannya. Oleh karena itu, Abu Waqid Al-Laitsi berkata
وَنَحْنُ حُدَثَاءُ عَهْدٍ بِكُفْرٍ
RELATED POST
“Dan kami baru saja meninggalkan kekufuran”.
- Bahayanya sering berinteraksi dengan kaum musyrikin sehingga mengakibatkan sebagian pemikiran mereka dan kebiasaan/tradisi mereka tertanam di kaum muslimin. Karenanya kaum Nabi Musa yang baru saja diselamatkan oleh Allah dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, yang baru saja menyaksikan mukjizat tongkatnya Nabi Musa dan terbelahnya lautan, begitu selamat dari melintasi laut merah dan melihat kaum musyrikin menyembah berhala, maka merekapun minta kepada Musa untuk dibuatkan berhala. Allah berfirman :
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَامُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138) إِنَّ هَؤُلَاءِ مُتَبَّرٌ مَا هُمْ فِيهِ وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (139) قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang seIalu mereka kerjakan. Musa menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat (QA Al-A’raaf : 138-140)
Sebagian ulama menyebutkan bahwasanya hal ini tidak lain karena terlalu lamanya kaum Musa bertetangga dengan kaum musyrikin di Mesir (para pengikut Fir’aun), terlebih lagi status mereka adalah terjajah dan diperbudak. Hal ini menjadikan sebagian pemahaman-pemahaman kesyirikan masuk dalam pemahaman mereka kemudian mengakar kuat.
Demikian juga sebagian kaum Anshor masih saja terpengaruh dengan sebagian khurofatnya orang Yahudi yang merupakan tetangga lama mereka di kota Madinah. Diantaranya khurofat bahwa jika seorang lelaki mendatangi istrinya dari arah belakang maka anaknya akan lahir dalam kondisi juling. Yang membuat mereka menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
([5]) Yaitu: mereka meminta dibuatkan Dzatu Anwath sebagaimana yang dimiliki oleh kaum musyrikin, untuk diharapkan berkahnya, bukan untuk menyembahnya -sebagaimana telah berlalu-
([6]) Sebagaimana telah lalu bahwasanya permohonan para sahabat untuk dibuatkan Dzatu Anwat adalah sekedar untuk diharapkan berkahnya, bukan untuk menyembahnya. Perbuatan ini merupakan syirik kecil dan bukan syirik akbar.
([7]) Tasyabbuh (meniru-niru orang kafir) yang haram adalah jika meniru-niru mereka pada :
- Perkara-perkara yang tidak bermanfaat
- Tradisi mereka yang merupakan ciri khas mereka
- Perkara-perkara yang merupakan ritual keagamaan mereka.
Adapun meniru-niru mereka pada perkara-perkara yang bermanfaat maka hal tentu dibolehkan. Allah berfirman :
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui (QS Al-A’raaf : 32)
Ayat ini menunjukan bahwa segala kebaikan pada asalnya disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu, Nabi memakai cincin mengikuti tradisi para raja untuk dijadikan stempel tatkala menulis surat-surat resmi, karena hal ini bermanfaat. Demikian juga diriwayatkan -dengan sanad yang lemah- bahwa Nabi membuat khondak (parit) tatkala perang khondak karena ide dari Salman Al-Farisi yang menjelaskan bahwa membuat khondak adalah salah satu taktik perang yang dilakukan oleh kaum Majusi -para penyembah api- tatkala mereka terkepung.
Bersambung Insya Allah…
-
Hendak disembelihnya ayah Nabi Muhammad ﷺ Abdullah Abdul Muthalib pun punya kedudukan setelah menemukan air Zamzam besama anaknya harist. Ab...
-
Kisah Pemberian Nama Muhammad ﷺ Perlu teman-teman tahu, nama Muhammad sebelum nabi Muhammad ﷺ tidak dikenal oleh orang-orang Arab. Tidak ad...