BAB 9
بَابُ مَنْ تَبَرَّكَ بِشَجَرَةٍ أَوْ حَجَرٍ وَنَحْوِهِمَا
BARANGSIAPA YANG MENGHARAPKAN BERKAH DARI PEPOHONAN, BEBATUAN ATAU YANG SEJENISNYA
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّىٰ ﴿١٩﴾ وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَىٰ ﴿٢٠﴾ أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنثَىٰ ﴿٢١﴾ تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَىٰ ﴿٢٢﴾ إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَاؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللَّـهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنفُسُ ۖ وَلَقَدْ جَاءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ الْهُدَىٰ
“Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al lata dan Al Uzza dan Manat yang ketiga, ([1]). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki- laki dan untuk Allah (anak) perempuan?([2]) yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaa-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal sesungguhnya tidak datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka.” (QS. An Najm: 19-23).
Penjelasan :
1. Dalil pertama : Firman Allah (QS An-Najm : 19-23)
Al-Laata, Al-Uzza dan Manat adalah nama berhala-berhala yang dipuja orang arab jahiliyah.
Adapun اللَّاتَ (dengan tanpa mentasydid huruf ت) adalah sebuah batu putih yang dipahat serta dibangunkan rumah padanya dengan sitar/kain yang menutupinya dan ada sadanah-nya (para juru kuncinya). Al-Laata diagungkan di kota Thoif oleh kabilah Ats-Tsaqiif. (lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/455). Dalam sebagian qiroah dibaca dengan mentasydid huruf ت yaitu اللاَّتَّ, diambil dari nama seorang yang baik yang kerjaannya membuat adonan makanan untuk dibagi-bagikan kepada jama’ah haji. Ibnu Abbas berkata:
كَانَ اللَّاتُ رَجُلًا يَلُتُّ سَوِيقَ الحَاجِّ
“Al-Laata adalah seorang lelaki yang melembutkan adonan gandum untuk jama’ah haji” (HR Al-Bukhari No. 4859)
Ada yang berpendapat bahwa nama aslinya Al-Laata adalah عَامِرُ بْنُ الظَّرِبِ yang merupakan penguasa Arab pada zamannya yang jika mengeluarkan keputusan maka tidak bisa dibatalkan (Lihat Fathul Baari 8/612).
Mujahid berkata :
كَانَ يَلُتُّ السَّوِيقَ فَمَاتَ، فَعَكَفُوا عَلَى قَبْرِهِ
“Al-Laata dahulu melembutkan adonan (roti) lalu ia meninggal, kemudian merekapun menetap (beribadat) di kuburannya” (Tafsir At-Thobari 22/48)
Adapun al-‘Uzza, yaitu pohon yang dibangunkan rumah padanya serta diberikan sitar/kain, terletak di Nakhlah (antara kota Madinah dan Mekah) dan diagungkan oleh kaum Quraisy (Tafsir Ibnu Katsir 7/455). Mujahid berkata :
الْعُزَّى: شُجَيْرَاتٌ
“Al-‘Uzzaa adalah pohon-pohon kecil” (Tafsir At-Thobari 22/49)
Adapun al-Manaat adalah berhala yang terletak di al-Musyallal di Qudaid (yang terletak anta Mekah dan Madinah) dan diagungkan oleh kabilah al-Khuza’ah, al-Aus, dan al-Khozroj.
Hisyaam bin Al-Kalbiy berkata :
كَانَتْ مَنَاةٌ أَقْدَمُ مِنَ اللَّاتِ فَهَدَمَهَا عَلِيٌّ عَامَ الْفَتْحِ بِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتِ اللَّاتُ أَحْدَثُ مِنْ مَنَاةَ فَهَدَمَهَا الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ بِأَمْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا أَسْلَمَتْ ثَقِيفٌ وَكَانَتِ الْعُزَّى أَحْدَثُ مِنَ اللَّاتِ … بِوَادِي نَخْلَةَ فَوْقَ ذَاتِ عِرْقٍ فَهَدَمَهَا خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ بِأَمْرِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ
“Berhala Manaat lebih dahulu dari pada Al-Laata. Ali lalu menghancurkan al-Manaat atas perintah Nabi tatkala tahun penaklukan kota Mekah. Al-Laata lebih baru daripada al-Manaat dan dihancurkan oleh al-Mughiroh bin Syu’bah atas perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala kabilah Tsaqiif masuk Islam. Berhala al-‘Uzza lebih baru daripada berhala Al-Laatta, letaknya di lembah Nakhlah di atas Dzatu ‘Irq, berhala ini dihancurkan oleh Kholid bin Al-Waliid atas perintah Nabi di tahun penaklukan kota Mekah” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 8/612)
Sebenarnya masih banyak berhala-berhala yang lain yang diagungkan oleh kaum Arab jahiliyah sehingga memiliki sadanah (juru kucinya), akan tetapi ketiga berhala inilah (Al-Laata, al-‘Uzza dan Manaat) yang paling terkenal diantara berhala-berhala yang lain. (lihat Tafsir Ibnu Katsir 7/456)
2.Nama ketiga berhala tersebut dinamakan oleh kaum musyrikin dengan mengambil nama-nama Allah akan tetapi di ta’nits-kan. Al-Laata berasal dari Allah, al-Uzza berasal dari al-‘Aziz, dan Manaat berasal dari al-Mannaan, namun ada yang mengatakan disebut dengan al-Manaat karena لكثرة ما يُمْنَى – أي يراق – عندها من الدماء للتبرك بها begitu banyak darah yang ditumpahkan di sisinya untuk mencari keberkahan (Fathul Majiid hal 135) .
Mereka menyangka bahwa berhala-berhala tersebut adalah putri-putri Allah. Sementara mereka sendiri tidak suka anak-anak perempuan bahkan sampai membunuh anak-anak perempuan mereka, lantas mereka menisbahkan kepada Allah anak-anak perempuan?!. (lihat Tafsir At-Thobari 22/46)
Adapun sisi pendalilan penulis dari ayat-ayat ini adalah bahwasanya berhala-berhala tersebut dalam berbagai bentuk, ada yang berbentuk batu (seperti Manaat), ada yang berupa kuburan (sebagaimana berhala al-Laata jika dibaca dengan mentasydid huruf ت ), dan ada juga yang berupa pohon (sebagaimana berhala al-‘Uzza). Barangsiapa yang mencari-cari keberkahan pada pohon, batu, dan yang semisalnya, sesungguhnya perbuatannya mirip dengan kebiasaan kaum musyrikin yang mencari-cari keberkahan di berhala-berhala tersebut. Padahal semuanya tidak bisa mendatangkan kemanfaatan dan mudorot.
Dalam ayat ini, Allah I menyangkal tindakan kaum musyrikin yang tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga berhala yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolak madharat. Allah mencela tindakan dzalim mereka, karena memilih untuk diri mereka sendiri jenis yang baik, dan memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan mereka. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaan- sangkaan dan hawa nafsu, tidak berdasarkan tuntunan para Rasul yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya kepada Allah dan tidak beribadah kepada selain-Nya.
Oleh karena itu, bab ini (larangan bertabarruk kepada pohon dan batu) adalah penyempurna dari dua bab sebelumnya (tentang larangan memakai jimat) yaitu sama-sama menjelaskan tentang menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab untuk mendatangkan kebaikan. Dari sini bisa diperinci, jika seseorang hanya mencari keberkahan dari batu, pohon, kuburan, batu akik dan yang semisalnya maka hukum asalnya ada syirik kecil. Adapun jika selain itu disertai dengan bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui tabarruk (mengusap-ngusap dan yang semisalnya) maka ini merupakan syirik besar karena menjadikan kuburan atau batu atau pohon tersebut sebagai tandingan bagi Allah yang dianggap perantara atau pemberi syafaat di sisi Allah. Oleh karena itu, berbeda antara tabarruknya sebagian saudara kita di kuburan -dengan mengambil tanah dan mengusap kuburan- (yang pada asalnya adalah syirik kecil) dengan model tabarruknya kaum syi’ah terhadap kuburan al-Husain di Karbala (yang disertai bentuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga ini merupakan syirik besar).