Minggu, 14 Juli 2024

SIRAH NABAWIYYAH (17) - Penyerangan Pasukan Gajah

Penyerangan Pasukan Gajah


 Jadi, awalnya karena Abrahah bangun gereja Qulais untuk membuat Najasyi ridho, ternyata kasus yang lain terjadi, sampai akhirnya dia membentuk pasukan yang besar dari Yaman ingin menyerang Mekkah dan tujuannya bukan memerangi masyarakat Mekkah, tapi ingin menghancurkan Ka’bah saja, agar Ka’bah hilang dan mereka akhirnya terpaksa tawaf di Qulais. Itu tujuannya.


Lalu Abrahah mulailah keluar dengan pasukannya (pasukan Gajah), semua pasukannya pakai gajah, tidak ada kuda, tidak ada orang jalan kaki. Bayangkan kalau ribuan orang, semua pakai gajah, banyak sekali, keluar semuanya. Dan gajah-gajah yang dipakai oleh Abrahah ini memang gajah-gajah yang sudah dilatih untuk berperang.

Waktu dia keluar, mulai jalan dari Yaman  ke Mekkah, ia melewati banyak suku-suku Arab. Orang-orang Arab yang mengagungkan Ka’bah ini mendengar bahwa pasukan Abrahah keluar untuk menyerang Ka’bah, maka beberapa suku-suku Arab juga keluar membentuk pasukan untuk menghadang Abrahah. Yang pertama sekali keluar, ada seseorang yang bernama Dzu Nafar. Dzu Nafar ini membentuk pasukan, tapi kecil, mencoba menahan pasukan gajah tapi tidak berhasil dan dikalahkan oleh Abrahah. Dzu Nafar ditawan.

Setelah itu, mulai mendekat lagi dengan Mekkah, ada lagi suku Arab yang bernama Khuts’um, pimpinannya bernama Nufail ibnu Habib Al-Khuts’umi yang juga keluar menahan pasukan gajah tapi berhasil ditawan oleh Abrahah. Jadi sudah ada dua kepala suku Arab yang ditawan; Dzu Nafar dan Nufail.

Waktu itu, satu-satunya jalan dari Yaman untuk masuk ke Mekkah, itu harus melewati kota Thaif.
Note: ***Kota Thaif ini terletak sekitar 60-70 km dari Mekkah dan termasuk daerah pegunungan dingin. Kalau kita sekarang ke kota Thaif, melihat dari dalam mobil saja sangat susah (berkabut, dingin), melewati tebing-tebing dan masih naik lagi ke gunung. Kalau dibayangkan dulu, ribuan pasukan Gajah Abrahah datang kesana itu sangat luar biasa, mereka butuh waktu yang lama. Tapi yang jelas, mereka sampai ke Thaif.***

Masyarakat Thaif ini ketakutan karena sudah dengar Dzu Nafar dan Nufail dikalahkan. Abrahah waktu itu masih belum tau dimana Mekkah, dia cuma meraba-raba saja. Jadi setiap mengalahkan satu suku Arab, Abrahah memaksa suku tersebut untuk menunjukkan dimana Ka’bah tapi mereka satupun tidak ada yang mau menunjukkan, walaupun mereka harus dibunuh. Jadi Abrahah Cuma jalan terus hingga sampai ke Thaif.

Waktu sampai ke Thaif, masyarakat Thaif karena ketakutan, akhirnya menulis surat ke Abrahah “Kami gak mau melawan, silakan kalau Anda mau ke Mekkah, jangan perangi kota Thaif. Dan sebagai bukti kalau kami betul-betul tulus (tidak mau melawan), maka kami akan coba utus satu orang dari masyarakat kami yang siap menunjukkan kepada Anda dimana itu Mekkah”.

Keluarlah satu orang yang bernama Abu Rughol. Abu Rughol, sampai hari ini, dalam pepatah-pepatah Arab masih disebut, kalau ada orang yang berkhianat dikatakan Abu Rughol. Dan waktu dia mati (nanti akan ada sejarahnya kita sebutkan sebentar lagi) itu orang-orang Arab menjadikan kuburannya Marjaman (dilempari batu setiap lewat). Kenapa? Karena dia satu-satunya orang Arab yang berkhianat waktu itu, satu-satunya orang yang menunjukkan Mekkah kepada Abrahah.

Keluarlah Abu Rughol ini, dia tunjukkan dan menuntun Abrahah sampai tiba di pinggiran kota Mekkah dan Mekkah sudah kelihatan. Abrahah lalu memberhentikan pasukannya, membuat perkemahan disana. Abrahah ini tujuannya bukan mau memerangi masyarakat, karena dia tahu orang-orang disana tidak punya kekuatan. Targetnya adalah menghancurkan Ka’bah.

Abrahah bentuk pasukannya di sekitar perkemahannya yang besar, di pinggiran kota Mekkah. Untuk menakut-nakuti masyarakat Mekkah agar mereka menyerah, direbutlah semua gembalaan-gembalaan di sekitar situ. Diantara yang diambil oleh Abrahah, ada 200 ekor unta Abdul Mutthalib (kakek nabi shallallaahu 'alaihi wasallam).

Masyarakat Arab sudah mulai dengar, Jazirah Arab sudah mulai heboh, pasukan gajah sudah sampai di Mekkah. Abdul Mutthalib lalu keluar, bertanya “Bagaimana cara bertemu dengan raja (Abrahah) ini?”, karena waktu itu Abrahah tidak mau bertemu sama siapapun masyarakat Mekkah, maunya masyarakat Mekkah menyerah saja langsung.

Kebetulan waktu itu raja Mekkah adalah Abdul Mutthalib (nanti ada kisah tersendiri bagaimana ia menjadi raja, yang jelas sekarang ia sudah berada di posisi raja Mekkah). Waktu itu, Abdul Mutthalib pikir, bagaimana caranya, kemudian ia komunikasi satu demi satu sampai akhirnya dia bertemu dengan Dzu Nafar dan Nufail; dua kepala suku Arab yang tertawan oleh Abrahah di tengah jalan. Ngobrol, ngobrol, ngobrol, sampai ketemu bagaimana caranya bertemu Abrahah.

Dzu Nafar bilang, “Untuk ketemu dengan raja ini (Abrahah) tidak gampang, karena dia tidak membuka diri. Tapi, waktu saya lagi menuju kesini (saat tertawan), saya berkenalan dengan Unais, orang kepercayaan Abrahah. Barangkali melalui dia, Anda (Abdul Mutthalib) bisa bertemu”.

***Pasukan gajah itu ternyata, ada satu gajah di depan yang memimpin di depan. Dimana gajah itu pergi, yang lainnya ikut. Jadi sebenarnya kalau mau dikalahkan, gajah yang paling depan saja yang ditaklukkan, yang lainnya nanti akan lari sendiri. Gajah yang paling depan itu dipegang oleh seseorang yang bernama Unais. Unais ini orang yang sangat luar biasa, pimpinan perangnya Abrahah, orang yang paling dipercaya, karena kalau dia alihkan gajahnya, semua gajah lari. Jadi, Unais memang berpengaruh sekali.***

Berbicaralah dengan Unais dan akhirnya Unais bisa menjadi perantara untuk Abdul Mutthalib bisa bertemu dengan Abrahah.

Bagaimana kisah Abrahah bertemu dengan Abdul Mutthalib? 
Abdul Mutthalib ini terkenal orangnya, badannya tinggi besar, putih, sangat gagah dan punya haibah (wibawa, kharismatik). Waktu dia masuk ke kemahnya Abrahah, saking haibahnya (dalam buku-buku sejarah dikatakan), sampai akhirnya Abrahah turun dari singgasananya karena berpikir orang yang datang ini pasti punya kedudukan, tidak mungkin orang sembarangan (dan sudah sampai berita ke Abrahah kalau ia raja Mekkah), kemudian ia duduk bersama-sama di karpet. Lalu berbicaralah.

Abrahah mengatakan, “Apa hajatmu?”, diterjemahkan oleh si penerjemah, karena Abrahah bukan orang Arab, ia orang Afrika dan tidak mengerti bahasa Arab.
Abdul Mutthalib bilang, “Hai raja Abrahah, Anda datang ke Mekkah ini dan pasukan Anda sempat merebut gembalaan-gembalaan masyarakat kami, diantaranya ada 200 ekor unta saya. Saya datang ingin meminta agar gembalaan-gembalaan itu dibebaskan karena itu milik masyarakat dan juga 200 ekor unta saya.”
Abrahah mengamuk dan bilang, “Saya pikir kamu ini datang untuk minta supaya saya tidak menyerang Mekkah, supaya saya pulang. Ini, minta cuma dilepaskan gembalaan.
Lalu, Abdul Mutthalib mengucapkan kalimat yang dinukil dalam sejarah, yang membuat Abrahah jadi berpikir waktu itu. Apa yang dia katakan? “Saya pemiliknya 200 ekor unta itu. Kalau rumah yang Anda ingin serang ini ada tuhannya yang akan menjaganya, bukan saya. Saya tidak bisa bendung itu. Tapi saya pemilik 200 ekor unta itu.
Keluarlah Abdul Mutthalib. Abrahah masih bingung waktu itu. Tapi semua gembalaannya dilepaskan dan dikembalikan. Sebelum pergi, Abrahah bilang ke Abdul Mutthalib, “Hai Abdul Mutthalib, saya tidak akan punya masalah dengan warga Mekkah ini. Kau bawa semua masyarakatmu keluar dari Mekkah. Kosongkan. Biarkan saya hancurkan Ka’bah.
Abdul Mutthalib mengatakan, “Baiklah kalau maumu begitu.”

Abdul Mutthalib pulang dan diiklankan kepada semua masyarakat. Maka seluruh masyarakat Mekkah keluar, tidak tertinggal satupun. Mereka keluar naik ke gunung-gunung. Tapi waktu itu, kata ahli sejarah, mereka menyaksikan kejadian.

Abrahah pun masuk ke Mekkah dalam kondisi Mekkah kosong, tidak ada apa-apa. Begitu dekat dengan Ka’bah, maka Dzu Nafar tadi lepas dari tawanan kemudian dia mendekati gajah pemimpin yang di depan yang dipimpin oleh Unais. Gajah itu dikasi nama dari Yaman, namanya Mahmud. Akhirnya si Dzu Nafar ini bergantung di belalainya Mahmud, lalu berkata “Duduklah hai Mahmud, duduklah! Ini rumahnya Allah yang agung.

Anehnya, tiba-tiba Mahmud jadi duduk, tidak mau bergerak. Abrahah kaget. Kenapa? Karena kalau dia tidak bergerak, gajah lain tidak mau bergerak. Dipukul tidak mau, ditusuk tidak mau, tapi kalau diarahkan ke arah Yaman mau berdiri, kalau ke arah Ka’bah tidak mau. Tapi karena mereka tetap saja ngotot, maka dari kejauhan tiba-tiba langit menjadi gelap. Itulah BURUNG ABABIL yang Allah subhanahu wata'ala utus.

Sebenarnya tadi sudah ada sinyal dari Allah, qaddarallaah wa maa syaa a fa’al. Kalau seandainya dia kembali ke Yaman (tidak jadi menyerang), maka selesai. Tapi tidak, memang sudah begitu, mereka tentukan sendiri jalannya. Ini termasuk dalam takdir ikhtiari yang mereka pilih.

Akhirnya, semua burung ababil itu datang, tidak disebutkan berapa jumlahnya, tapi disebutkan dalam buku-buku sejarah dan beberapa atsar, bahwasanya memenuhi langit. Setiap burung menggenggam dua buah batu, yang batu itu lebih kecil daripada batu kerikil, kecil sekali, tapi dari Neraka Jahannam. Setiap batu mengenai satu orang, kalau menyentuh kepalanya tembus sampai ke kakinya. Akhirnya Allah azza wa jalla menghancurkan semuanya.

***Tidak disebutkan/ditemukan dalam buku-buku sejarah apakah si Dzu Nafar dan Nufail sempat selamat atau tidak, yang jelas dikatakan hancurlah pasukan gajah, semuanya dihabiskan oleh Allah subhanahu wata'ala. Bisa dilihat dalam surah Al-Fiil (105) : 1-5.***

Setelah hancurnya pasukan Abrahah, maka masyarakat Arab makin mengagungkan Ka’bah. Pada zaman itu, orang-orang Arab mengistilahkan perhitungan tanggal mereka dengan TAHUN GAJAH. Jadi kejadian gajah itu sebagai patokan; Misal: 1 tahun lewatnya tahun gajah, tahun ke 2 tahun gajah, tahun ke-3, tahun ke-10, dst. Pada tahun gajah inilah NABI MUHAMMAD SHALLALLAAHU 'ALAIHI WASALLAM LAHIR.

Bersambung - Insyaa Allah